1. Pengertian Setting Prilaku
Dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang sesuai diuraikan
Maslov dalam hierarki kebutuhannya tersebut, terlihat adanya pola prilaku para
penggunanya. Barker (1968) seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan
penelitian prilaku individual dilapangan, menelusuripola prilaku manusia
berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, dan melahirkan konsep “tatar
atur” (behavior seting).
Menurut
Setiawan (1995) penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian arsitektur
lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi antara
ruang (lingkungan fisik secara spasial) dengan segala aktivitas
individu/sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu.
Dimana
penggunaan istilah setting lebih menunjuk pada unsur kegiatan manusia yang
tidak nampak. Menurut Schoggen dalam Sarwono (2001), pengertian setting
diartikan sebagai tatanan suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku
manusia, artinya di tempat yang sama, perilaku manusia dapat berbeda kalau
tatanannya berbeda.
Menurut Barker (1968) dalam Laurens (2004:131), behaviour setting di sebut juga dengan
“tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan
lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens (2004:131)
bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu
unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.
Barker dan Wright (1968) dalam
Laurens (2005:174) juga menyebutkan dan memakai istilah behavior setting untuk
menjelaskan tentang kombinasi prilaku dan mileniu
tertentu. Seperti unit dasar ilmu lain,misalnya sel untuk biologi, atau
planet untuk astronomi, behavior setting berdiri sendiri secara independen, tidak
terkait dengan investigator. Akan tetapi untuk tujuan ilmiah, diperlukan
definisi yang lebih akurat, terukur, dan terutama mengetahui derajat
ketergantungan antarunit.
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2005:175)
mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas,
agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu
kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut
:
1.
Terdapat
suatu aktifitas berulang, berupa suatu pola prilaku (standing patern of behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih
pola prilaku ekstraindividual.
2.
Dengan
tata lingkungan tertentu (Circumfacent
milieu), mileu ini berkaitan
dengan pola prilaku.
3.
Membentuk
suatu hubungan yang sama antar keduanya, (synomorphy)
4.
Dilakukan
pada priode waktu tertentu.
Menurut
Laurens (2005:175) istilah ekstraindividual menunjukan fakta operasional bahwa
sebuah setting tidak tergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Yang
penting adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian demi bagian.
Laurens (2005:176) menjelaskan istilah circumjacent milieu merujuk pada batas
fisik dan tempolar dari sebuah seting. Setiap behavior setting berbeda dari setting menurut waktu dan
ruang.
Sementara
itu, synomorphic yang berarti
struktur yang sama menurut Laurens (2005:176) menunjukkan adanya hubungan
antara mileu dan prilaku. Batas-batas
mileu dan bagian internal sebuah setiing tidak ditentukan secara
sembarangan, tetapi merupakan sesuatu yang harus selaras dengan pola prilaku
ekstraindividual dan setting.
Menurut
Laurens (2005:176) ketidakhadiran suatu bagian memang menimbulkan perbedaan
dalam hal fungsi suatu setting, namun
tidak berarti bahwa menghalangi terjadinya sebuah behavior setting. Dengan
demikian, berarti suatu tatanan fisik tertentu bias menjadi bagian dari
beberapa behavior setting apabila
aktivitas yang terjadi berbeda-beda dan pada waktu yang berbeda pula. Melalui
definisi tersebut terlihat bahwa setiap kriteria meunjukan atribut tertentu
dari sebuah setting.
Istilah Behavior Setting kemudian dijabarkan dalam 2 istilah oleh Barker
dalam Laurens (2005:184) yakni system of
setting dan system of activity,
dimana keterkaitan antara keduanya membentuk satu behavior setting tertentu. System
of setting atau system tempat atau ruang diartikan sebagai rangkaian unsur
– unsur fisik dan spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga
dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu. Sementara System of activity atau system kegiatan diartikan sebagai suatu
rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan.
2. Sistem Aktivitas
Menurut Chapin dan Brail
(1969;Porteous,1977) dalam Laurens (2005:184) sistem aktivitas dalam sebuah
lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting. Sistem aktivitas seseorang menggambarkan
motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasilan,
kompetisi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan.
Laurens (2005:184) menyebutkan dalam
pengamatan behavior setting, dapat
dilakukan analisis melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut,
a. Mengugunakan
Time Budget
Time
Budget memungkinkan orang mengurai/mendekomposisikan suatu
aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan atau musiman, kedalam seperangkat behavior setting yang meliputi hari kerja mereka, atau gaya
hidup mereka (Michelson dan Reed, 1975). Fungsi dan time budget adalah memperlihatkan bagaimana seseorang individu
mengonsumsi atau menggunakan waktunya.
i.
Jumlah waktu yang dialokasikan untuk
kegiatan tertentu, dengan variasi waktu dalam sehari, seminggu, atau semusim.
ii.
Frekuensi dari aktivitas dan jenis
aktivitas yang dilakukan.
iii.
Pola tipikal dari aktivitas yang
dilakukan.
b. Melakukan
Sensus
Sensus adalah istilah yang
dikemukakan oleh para ahli psikologi lingkungan untuk menggambaan proses
pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam waktu tertentu dengan
metode pengamatan. Seperti yang dilakukan Barker dan Wright dengan mengamati
perilaku seseorang anak sepanjang hari. Cara ini dipakai dengan tujuan
mendapatkan pengertian mengenai, misalnya bagaimana paa pekerja menggunakan
bangunan.
Untuk
mendapatkan data mengenai pola interaksi dalam lingkungan tersebut, dilakukan
sejumlah pengamatan yang membandingkan bagian demi bagian dalam sebuah
lingkungan, atau membanndingkan lingkungan yang sama pada waktu yang berbeda,
dan memandingkan lingkungan yang berbeda sama sekali. Biasanya tahun
dilakukannya survey atau pengamatan meru[akan suatu interval tertentu untuk
mendapatkan data rata – rata dari fluktuasi perubahan yang mungkin terjadi
karena adanya pergantian penghuni, musim, atau factor lain.
Hal
yang dapat mewakili data pengamatan behavior
Setting meliputi :
i.
Manusia (siapa yang dating, ke mana dan
mengapa, siapa yang mengendalikan setting?);
ii.
Karakteristik ukuran (berapa banyak
orang per jam ada di dalam setting bagaimana
ukuran setting secara fisik, berapa
sering dan berapa lama setting itu ada?);
iii.
Objek ( ada berapa banyak objek dan apa
jenis objek yang dipakai dalam Setting, kemungkinan
apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan adaptasi?);
iv.
Pola aksi (aktivitas apa saja yang
terjadi di sana, seberapa sering terjadi pengulangan yang dilakukan orang?).
Setiap
setting diamati secara individual.
Orang – orang yang memiliki informasi dan pengetahuan dapat dimintai
keterangannya mengenai setting yang
bersangkuta. Adanya sampel dari semua setting
meruakan kekuatan metode ini karena dapat menghindari terjadinya masalah
sampling. Namun, sealigus juga merupakan kelemahan metode ini karena menjadi
sangat sulit untuk mendekati semua lingkungan.
Dari
observasi bise diketahui kondisi lingkungan secara fisik, seperti jumlah, jenis
tatanan perabot yang ada. Melalui pengukuran yang lebih rinci bias diketahui
keadaan ambiennya seperti suhu ruangan, kelembaban, pencahayaan ruangan, atau
tingkat kebisingan.
Analisis
sistem fungsional, termasuk aktivitas dan komponen fisik. Melalui pengamatan
dapat diperoleh data bagaimana ruang digunakan dan fungsi – fungsi apa saja
yang ada. Seperti terlihat disini, ruang digunakan sebagai kantor dan gudang.
Melalui pengamatan yang lebih tajam, dapat dikenali yang manakah aktivitas yang
lebih dominan.
Dengan
tatanan kantor yang terbuka, ketika seseorang staf masuk membawa sesuatu atau
mendiskusikan suatu dengan seseorang. Staf lain telihat terganggu. Melalui
pengamatan juga dapat diketahui bagaimana interaksi antara kedua staf tersebut.
c. Studi
Asal dan Tujuan
Studi asal dan tujuan adalah suatu
studi yang mengamati, mengidentifikasi awal dan akhir dari pola – pola
pergeraan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi,
bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk
kehidupan seseorang atau sekelompok orang. Studi asal dan tujuan merupakan
pendekatan akro yang dapat diterapkan pada skala tahun atau skala bangunan.
Rancangan tang dibuat semata – mata
berdasarkan imajinasi arsitek sering kali menjadi rancangan yang ideal bagi
arsitek, tetapi mungkin miskin akan affordances
dan peluang – peluang bagi seseorang pengguna untuk memenuhi kebutuhannya.
Citra suatu tempat dapat dipelajari
dari komponen visual yang membentuk citra atau aura tempat ataulingkungan
tersebut. Bagaimana persepsi pengguna terhadap lingkungan dan memberi respons
terhadap affordances yang ada.
Melalui studi asal dan tujuan ini, yang dapat dilakukan dengan bantuan
fotografi atau film, dapat dibuat rekaman untuk mengungkapkan pengalamanvisual
dan spasial dan mempelajari sekuen ruang serta perilaku pengguna dalam ruang
secara runtut dan logis.
3.
Sistem Setting
Menurut Barker
(1968), dalam Laurens (2004:131), behaviour
setting di sebut juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia
yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens (2004:131)
bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu
unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens
(2004:133) mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh
sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang
merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria
sebagai berikut :
- Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behaviour)
- Tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu berkaitan dengan pola perilaku.
- Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya, (synomorphy)
- Dilakukan pada priode waktu tertentu.
Selanjutnya yang harus dipenuhi oleh
sebuah entitas untuk menjadi sebuah behaviour setting menurut Laurens
(2004:136) adalah :
- Aktivitas
- Penghuni
- Kepemimpinan, Untuk mengetahui posisi fungsional penghuni, untuk mengetahui peran sosialnya yang ada didalam komunitas tersebut.
- Populasi, Sebuah setting dapat mempunyai banyak atau sedikit partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.
- Ruang, Ruang tempat terjadinya setting tertentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup.
- Waktu, Kelangsungan sebuah setting dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu. Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus-menerus sepanjang tahun.
- Objek
- Mekanisme Pelaku
Terdapat dua model pengamatan atau
observasi dalam penelitian arsitektur dan perilaku manusia, yaitu model dengan
metoda place centered map dan person centered map.
1. Metoda Place Centered Mapping
Menuurt
haryadi (1995), metode atau teknik ini adalah pemetaan berdasarkan tempat
dimana kegiatan berlangsung, bertujuan untuk mengetahu bagaimana manusia atau
kelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasi perilakunya
dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu. Perhatian dari teknik atau
metoda ini adalah suatu tempat yang spesifik baik kecil, atau pun besar dalam
satu setting yang tetap.
2.
Metoda Person Centered Mapping
Salah
satu metoda penelitian arsitektur penelitian dan perilaku yang dikenalkan oleh
Sommer (1980), yaitu metoda person
centered mapping. Metoda ini menekankan pada pergerakan manusia pada
periode waktu-waktu tertentu, dimana teknik ini berkaitan dengan tidak hanya
satu tempat atau lokasi, akan tetapi beberapa tempat atau lokasi. Metoda ini
mengharuskan peneliti berhadapan dengan seseorang atau kelompok manusia yang
khusus diamati.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut :
a.
Menentukan jenis sampel person yang
akan diamati (aktor atau penggunaan ruang secara individu)
b.
Menentukan waktu pengamatan (pagi,
siang dan malam)
c.
Mengamati aktivitas yang dilakukan
dari masing-masing sampel person
d.
Mencatat aktivitas sampel person
yang diamati dalam matriks atau table.
Metoda
person centered mapping dilakukan dengan membuat alur
sirkulasi sampel person di area yang diamati atau di peta untuk mengetahui dari
mana dan kemana orang pergi dengan mengidentifikasi arah lintasan
pergerakannya. Metoda lain yang dikenalkan oleh Sommer adalah Phsycal traces
atau jejak-jejak fisik. Pengamatan terhadap jejak-jejak fisik hasilnya dapat
disajikan dalam bentuk rekaman tanda-tanda yang ditinggalkan oleh kegiatan yang
berlangsung sebelumnya.
4. Hubungan Antara Setting
dan Prilaku Manusia
Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditujukan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam
ruang yang menjadi wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut di butuhkan
adanya (Widley dan scheid dalam Weisman, 1987)
1. Kenyamanan, Menyangkut keadaan
lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indra
2. Aksesibilitas, menyangkut kemudahan
bergerak melalui dan menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar
dan tidak menyulitkan pemakai.
3. Legibilitas, menyangkut kemudahan
bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya
dalam suatu lingkungan yang menyebabkan orang tersebut menemukan arah atau
jalan.
4. Kontrol, menyangkut kondisi suatu
lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teritori dan membatasi
suatu ruang.
5. Teritorialitas, menyangkut suatu
pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang
atau sekelompok orang atas suatu tempat. Pola tingkah laku ini mencakup
personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar (Holahan,1982 dalam
Hartanti 1997)
6. Keamanan, menyangkut rasa aman
terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari dalam maupun dari luar.
Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas di upayakan untuk
memenuhi kemungkinan kebutuhan yang diperlukan manusia, yang artinya
menyediakan ruang yang memberikan kepuasan bagi pemakainya. Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga dengan
mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi dalam suatu ruang akan
teridentifikasi pula sistem settingnya
yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang. (Rapoport,1991)
daftar pustakanya mana kak?
BalasHapus